dilema anak sulung perempuan

Dilema Anak Sulung Perempuan yang Kadang Susah Diceritain

Halo, Kawan Risalah! Ada nggak sih yang sama denganku? Punya dilema anak sulung perempuan yang nggak mudah buat diceritain?

Atau gini deh, pernah nggak sih kalian merasa ada beban yang nempel di pundak, padahal kalian sendiri nggak pernah minta? Begitu itu rasanya jadi anak sulung perempuan.

Dari luar, mungkin aku terlihat kuat, tegar, bisa diandalkan. Tapi di balik itu semua, ada cerita-cerita kecil yang kadang susah banget untuk kuceritain.

Ekspektasi yang Membentuk Dilema Anak Sulung Perempuan

Sejak kecil, aku terbiasa dengar kalimat, “Kamu kan kakak, harus ngalah.” Atau, “Jangan cengenglah, kamu anak pertama.”

Lama-lama, aku belajar untuk cepat dewasa, untuk mengerti situasi, bahkan sebelum aku benar-benar siap.

Kadang aku iri sama teman-temanku yang bebas berekspresi tanpa harus mikirin tanggung jawab. Sementara aku? Selalu saja dituntut untuk menjadi contoh buat adek-adek.

Selain itu, saat aku menjalani working life di Semarang beberapa tahun lalu, aku tuh iri banget sama teman kosku.

Gimana nggak iri? Pas waktu gajian, doi bebas saja belanja baju, sepatu, atau tas. Bahkan mau liburan kemana, tinggal gaskeun saja. Nggak banyak pertimbangan. Katanya, buat reward untuk diri sendiri sebagai bagian dari rutinitas self care.

Lha aku? Boro-boro mikirin self reward. Begitu gajian, kayak sudah ada list pengeluaran dari keluarga yang bikin gajiku tuh nggak betah berdiam diri di rekening. Semacam numpang lewat gitu lho.

Dilema Anak Sulung Perempuan Antara Kakak dan Orang Tua Kedua

Tuntutan menjadi orang tua kedua
Tuntutan menjadi orang tua kedua

Kalian pikir anak sulung tuh bisa bebas menjadi anak? Pingin liburan kemana, tinggal berangkat saja. Nggak bisa gitu, Kawan Risalahku. Menurut kalian kenapa?

Soalnya, menjadi anak sulung perempuan tuh sama dengan memikul beban berat di pundaknya. Mau nggak mau kudu jadi pengasuh adek. Menjadi penengah dalam drama kecil di rumah.

Baca juga:  Kenapa Rumah Tetangga Bisa Dibongkar? Kamu Harus Tahu Soal PBG!

Apa itu mainan kesukaan? Kalau adek kalian mau main itu, nggak perduli gimana perasaanmu, kalian harus mau mengalah. Termasuk, saat adek mau sesuatu. Berasa donasi online saja gitu. Main transfer dengan hati yang ikhlas.

Nggak jarang tiba-tiba harus mendengar curhatan orang tua. Kalau masa-masa senang yang menjadi cerita sih nggak masalah ya. Kalian bisa tertawa bersama.

Lha kalau cerita sedih dan menderitanya yang jadi bahan. Emang kalian bisa mencarikan solusi yang bijak? Berasa naik level terlalu cepat. Belum tamat jadi anak, tapi sudah harus paham peran orang tua kedua.

Di satu sisi, aku bangga bisa diandalkan. Tapi di sisi lain, aku sering bertanya ke diri sendiri, “Kapan sih aku boleh egois? Kapan aku boleh benar-benar jadi anak biasa saja?”

Perasaan yang Jarang Terucap

Jangan lupa ya, Kawan Risalahku! Anak sulung perempuan tuh tetaplah seorang cewek. Tahu sendiri ‘kan kalau cewek tuh juga kadang pingin bermanja-manja.

Sayangnya, anak sulung perempuan nggak selalu bisa melakukannya. Mau secapek apapun, aku tetap harus pasang wajah tegar. Apalagi saat kondisi keluarga sedang nggak baik-baik saja.

Mau mengeluh, kadang sudah keduluan mendengar keluhan dari anggota keluarga inti lainnya. Entah itu orang tua atau adek-adek.

Kalau sudah begitu, anak sulung perempuan cuma bisa mingkem. Menyimpan perasaannya dengan rapat dan terus mencurahkan segala perhatian ke mereka.

Pesanku satu sih ke kalian yang juga sebagai anak sulung perempuan. Jangan biarkan penyebab stres berdiam diri terlalu lama di kalian! Segera cari cara untuk healing.

Pelajaran Hidup dari Semua Dilema Ini

Kalau ada yang bertanya tentang apakah aku nggak suka terlahir sebagai anak sulung?

Baca juga:  Sehat Tanpa Ribet! Begini Cara Mengatasi Masuk Angin

Jawaban jujurnya sih sebenarnya aku ingin menjadi adik. Tapi, menjadi anak sulung perempuan dengan segala dilemanya juga bukan hal yang buruk kok.

Aku tetap belajar banyak hal dari dilema itu. Belajar mandiri, empati, dan melihat orang lain sebelum melihat diri sendiri.

Apakah itu berat? Tentu saja, iya. Tapi, aku juga punya rasa syukur karena pengalaman inilah yang membentukku jadi diriku yang sekarang. Dengan begitu, aku bisa menghadapi stres dengan bijak, nggak perduli dengan segala dilema itu.

Catatan Tambahan Tentang Fenomena Eldest Daughter Syndrome

eldest daughter syndrome
eldest daughter syndrome

Tahu nggak sih, Kawan Risalahku? Selama ini, kupikir segala dilema tentang anak sulung perempuan tuh hanya perasaan pribadiku saja. Ternyata nggak gitu lho.

Ada istilah yang namanya Eldest Daughter Syndrome atau sindrom anak sulung perempuan.

Fenomena ini tuh muncul karena tingginya harapan keluarga dan peran tradisional perempuan, yang sering membuat anak sulung perempuan harus melakukan banyak hal, di antaranya:

  • Mengemban tanggung jawab berat seolah jadi “orang tua kedua” di rumah.
  • Mengorbankan impian pribadi dan menunda cita-cita demi keluarga.
  • Hidup di bawah tekanan untuk sempurna, selalu jadi teladan, nggak boleh terlihat lemah.
  • Mengalami dampak pada mental health, seperti stres, cemas, depresi, atau kesepian.
  • Sulit menetapkan batasan, karena terbiasa jadi people pleaser dan mendahulukan orang lain.

Kenapa Bisa Begitu?

Dilema anak sulung perempuan bukan muncul begitu saja. Ini tuh bukan sulap atau sihir yang bisa cling dalam sekejap.

Ada banyak hal yang secara nggak sadar membentuknya. Kadang dari pola asuh, kadang juga dari budaya dan ekspektasi yang turun-temurun.

Jadi, bukan cuma soal karakter pribadi, tapi ada faktor luar yang bikin peran ini terasa semakin berat, misalnya:

  • Sistem patriarki yang masih kental, menempatkan anak perempuan pertama dengan tanggung jawab yang lebih besar.
  • Tekanan sosial, di mana masyarakat melanggengkan peran tradisional perempuan.
  • Ekspektasi orang tua yang tinggi pada anak pertama sebagai contoh bagi adik-adiknya.
Baca juga:  Checklist Kebutuhan Rumah Tangga untuk Pasangan Baru

Terus, Apa yang Bisa Kulakukan?

Sebagai anak sulung perempuan, aku bukannya nggak pernah merasa sesak. Aku hanya nggak tahu harus melakukan apa. Mungkin kalian yang menjadi anak sulung perempuan dalam keluarga ada yang merasakannya juga?

Ada seorang teman memberikan beberapa masukan tentang beberapa hal penting yang bisa membantu, antara lain:

  • Minta bantuan dan dukungan. Ingat ya! Kalian nggak harus selalu kuat sendirian.
  • Berkomunikasi. Ceritakan beban kalian pada orang terdekat atau keluarga.
  • Tetapkan batasan. Belajar bilang “nggak” bukan berarti egois kok.
  • Fokus pada diri sendiri. Mengusahakan yang terbaik untuk keluarga tuh sah-sah saja lho. Tapi, kejar juga kebahagiaan dan impian pribadi.
  • Tingkatkan kesadaran. Semakin banyak orang tahu soal ini, semakin berkurang stigma dan kesepian yang dirasakan anak sulung perempuan.

Dilema Anak Sulung Perempuan Itu…

Pada akhirnya, dilema anak sulung perempuan memang kadang susah diceritain. Tapi bukan berarti kita harus menanggungnya sendirian.

Jadi, Kawan Risalahku, kalau kalian juga punya cerita yang mirip, jangan ragu buat berbagi di kolom komentar ya!

Siapa tahu, kisah kalian bisa jadi penguat buat yang lain. Semangat yuk!

Related Posts

2 thoughts on “Dilema Anak Sulung Perempuan yang Kadang Susah Diceritain

  1. Banyak melewati hal-hal yang gk biss ceritain. Kuat banget jadi anak sulung perempuan. Mereka adalah orang-orang kuat. Kadang dunia suka gak adil. Tapi mereka ikhlas menjalaninya. Karena emang sesayang itu sama adik-adiknya. Alfatihah buat kakak sulung perempuanku 😇

  2. Jadi anak sulung kadang memang Bebannya berat ya karena kadang orang tua secara tidak sadar menuntut anak sulung untuk lebih baik, jadi contoh dan bahkan selalu membantu adik-adiknya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *