Halo, Kawan Risalah-ku! Kalian mungkin sudah nggak asing lagi sama dunia digital yang berubahnya cepat banget sekarang ini.
Rasanya tuh baru kemarin aku sibuk belajar ngutak-atik template blog, cari banyak referensi, sampai bergelut sama inspirasi buat menulis artikel.
Eh, tahu-tahu, sekarang sudah ada AI yang bisa bantu menulis artikel dengan lebih cepat. Di satu sisi, kemampuan ini bikin kita kagum. Tapi, aku nggak bisa menampik kalau hal ini juga bikin aku was-was.
Ada satu kekhawatiran tentang apakah nantinya blogger sepertiku malah tenggelam oleh lautan tulisan buatan mesin?
Kenyataannya tuh nggak seseram itu kok. Kalian mau nggak ngobrol soal ini bareng aku?
Iya. Soal gimana si AI bisa jadi ancaman, tapi juga bisa jadi kesempatan buat kita yang masih cinta sama dunia blogging?
Dunia Blogging yang Berubah dengan Cepat
Dulu, jadi blogger tuh identik dengan duduk di depan laptop, ngetik panjang, dan berharap tulisan kita dibaca banyak orang. Gimana dengan sekarang?
AI bisa bantu meyusun ide, menulis draf, bahkan bikin ilustrasi pendukung pakai prompt aja. Ibarat makanan, dunia menulis seakan berubah jadi mesin cepat saji.
Tapi, justru di situlah letak menariknya.
Blogger bukan cuma soal siapa yang bisa nulis cepat, tapi siapa yang bisa nulis dengan rasa.
Aku yakin sih, beberapa dari kalian pasti sudah mengenal gimana karakteristik tulisan AI. Emang sih, tulisannya bisa rapi. Tapi, percaya atau nggak, tulisannya sering terasa hambar. Data raja gitu, kayak nggak punya perasaan.
Sementara itu, tulisan manusia punya aroma pengalaman, kenangan, dan kadang sedikit curhat, kayak tulisanku, yang bikin pembaca merasa mereka juga pernah mengalami atau merasakan pengalaman tersebut.
Aku yakin kalian setuju, kalau tulisan begitu akan lebih menyenangkan untuk dikasih feedback.
Saat AI Terasa Seperti Ancaman
Aku nggak akan munafik kok, Kawan Risalah-ku. Aku sempat merasa canggung. Waktu pertama kali lihat AI bisa menulis artikel utuh dalam beberapa detik, aku juga sempat mikir,
“Apa aku masih dibutuhkan di dunia blogging?”
Emang se-desperate itu aku. Belum lagi, aku juga mulai takut kehilangan pembaca atau peluang kerja. Mana, aku sudah lama memutuskan buat jadi fulltime blogger.
Kalian yang juga fokus cari cara menghasilkan uang dari menulis, pasti bisa merasakan apa yang kurasakan. Berpikir kalau kehadiran AI bisa bikin persaingan makin ketat.
Bukankah akan ada banyak klien yang mungkin berpikir, mereka nggak akan membayar penulis kalau bisa mengandalkan AI. Terus, gimana nasib blogger di era AI?
Tapi setelah aku pikir-pikir lagi, ancaman ini justru bisa jadi alarm lho. Gimana maksudnya?
Gini lho, Kawan Risalah-ku. Dunia menulis mungkin bisa berubah, tapi pembaca tetap butuh kehangatan manusia.
Tulisan yang punya jiwa, yang terasa kayak ngobrol bareng teman lama, itu nggak bisa diganti algoritma. Mereka akan punya pembacanya sendiri.
AI Sebagai Asisten, Bukan Musuh

Sekarang, daripada aku stres memikirkan AI yang bisa mengambil alih banyak pekerjaanku sebagai content writer. Mending, aku melihat AI sebagai asisten kreatif.
Misalnya gini, kalau lagi mentok ide, aku bisa minta AI bantu brainstorming. Atau pas lagi mau bikin ilustrasi lucu buat artikel, aku iseng bikin doodle kecil yang idenya terinspirasi dari AI.
Selain itu, AI juga bisa lho bantu kalian bikin outline, atau riset cepat buat topik-topik teknis. Tapi setelah itu, tetap aku yang ngasih “rasa” di tulisanku.
Karena bagaimanapun juga, AI nggak punya pengalaman nyeduh kopi sambil mikir judul blog, atau perasaan saat komentar pembaca bikin senyum sampai gigi kering.
Blogger di Era AI, yang Adaptif Akan Bertahan
Buatku, jadi blogger di era AI itu soal kemampuan beradaptasi. Dalam hal ini, bukan cuma menulis yang penting, tapi juga belajar SEO.
Perlu kalian ingat ya, Kawan Risalah-ku! Belajar SEO tuh bukan biar tulisan kita sekadar muncul di Google. Tapi, biar pesan dan kisah yang kita tulis bisa sampai ke lebih banyak hati.
Lagipula, kalian juga bisa manfaatkan alat bantu visual seperti Canva buat mempercantik postingan blog, atau bikin infografis kecil biar pembaca betah lho.
Dengan kata lain, AI memang bisa bantu di banyak hal teknis, tapi soal keunikan visual dan gaya tulisan, kita tetap nggak bisa tergantikan.
Sampai sini, kalian sudah mulai memahami ‘kan?
Dari Ancaman Jadi Kesempatan
Satu hal yang bisa kupelajari. Blogger yang cerdas pasti tahu kapan harus berkolaborasi dengan teknologi.
AI memang bisa membantu untuk menulis artikel dengan lebih cepat, tapi yang menentukan arah tulisan itu mau dibawa ke mana tetap kita.
Sekarang malah banyak peluang baru, lho. Kita bisa eksplorasi rekomendasi aplikasi menulis yang menghasilkan cuan, atau menggabungkan AI untuk memperluas ide konten.
Dan kalian tahu apa? Dunia blogging jadi semakin kaya tuh bukan karena AI menggantikan kita, tapi karena AI membuka pintu-pintu baru yang sebelumnya nggak pernah terpikirkan.
Wahai Blogger di Era AI, Tetaplah Menulis dengan Hati

Jadi, menurut kalian, AI ini ancaman atau kesempatan?
Kalau pertanyaan itu tertuju padaku, maka menurutku, jawabannya tergantung dari cara kita memandangnya.
Kalau kita cuma fokus pada kecepatan, ya, mungkin kita akan kalah. Tapi kalau kita menulis dengan hati, dengan pengalaman, dan dengan kejujuran, maka kita masih jauh di depan. Kenapa?
Soalnya, di balik semua algoritma dan mesin, pembaca tetap mencari satu hal. Rasa manusiawi.
Jadi, Kawan Risalah-ku, teruslah menulis dengan hati! Mau kolaborasi boleh, tapi jangan biarkan teknologi mencuri “jiwa” dari tulisan kalian.
Ingat ya! Dunia butuh lebih banyak cerita dari manusia, bukan tulisan hambar dari mesin.
